Kelas : 1 ID03
NPM : 31410334
Tugas ISD
tugas bikin makalah pertanyaan'a mengapa masyarakat lereng gunung merapi enggan mengungsi dan berikan solusinya?
JAWABAN :
Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk letusan menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas elevasi 1000m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (;bandingkan dengan saat ini puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Dari peristiwa-peristiwa letusan yang telah lampau, perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan letusan yang relatif lebih besar. Gunung Merapi merupakan gunungapi muda. Beberapa tulisan sebelumnya menyebutkan bahwa sebelum ada Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi (2025m), lereng timurlaut gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat itu aktivitas vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian yang dilakukan, G. Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian sehingga saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya gunung Merapi. Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal 60.000 tahun (Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi morfologi lereng selatan gunung Merapi.
Pada elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas dari tubuh Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu (Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru terbentuk mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh gunung Merapi semakin lama semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi dengan cepat nampak baru beberapa ribu tahun lalu. Tubuh puncak gunung Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini merupakan bagian yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang terjadi pernah mengambil arah berbeda-beda dengan arah letusan yang bervariasi. Namun demikian sebagian letusan mengarah ke selatan, barat sampai utara. Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi. Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir kawah dan lereng bagian atas. Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah yang merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas masih cukup kuat karena beban material.
Lain halnya dengan bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan zona-zona lemah yang kemudian merupakan pusat-pusat guguran. Apabila pengisian celah baik oleh tumbuhnya kubah masih terbatas jumlahnya, maka arah guguran lava masih dapat terkendali dalam celah yang ada di sekitarnya. Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah lava yang sifat menyamping (misal, periode 1994 - 1998) akan mengakibatkan perubahan arah letusan. Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan dari kubah lava yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris menjadi asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan menerus dan kecepatannya tidak sama, maka lidah lava tersebut akan mulai membentuk morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi sejajar satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur pertumbuhannya pada suatu saat akan mencapai titik kritis dan menyimpang menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi semacam ini teramati pada th 1943 (April sampai Mei 1943).
Penumpukan material baru di daerah puncak akibat dari pertumbuhan kubah terutama terlihat dari perubahan ketinggian maksimum dari puncak Merapi. Beberapa letusan yang dalam sejarah telah mengubah morfologi puncak antara lain letusan periode 18221823 yang menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode 1846 - 1848 (200m), periode 1849 (250 - 400m), periode 1865 - 1871 (250m), 1872 - 1873 (480 - 600 m), 1930, 1961.
Melihat gejala masih banyaknya penduduk yang memilih bertahan dan yang meninggalkan pengungsian kembali ke kampung halaman dengan berbagam alasan, bila kita lihat dari sisi komunikasi tampaknya hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian (enthropy) kapan Merapi akan meletus. Bila dikaitkandengan Teori Enthropy yang menyebutkan bahwa informasi akan dianggap informatif bila mampu menghilangkan ketidakpastian, tampaknya pada kasus gejala akan meletusnya Merapi hal tersebut akan sangat sulit diwujudkan.
Pertama-tama kita harus meninjau lokasi dahulu kalau daerah tersebut masih belum benar-benar aman. Karena gunung merapi sekarang memang sedang beristrirahat, tapi kita jangan lengah terhadapnya yang masih berstatus awas. Sewaktu-waktu gunung tersebut dapat meletus bahkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.
Pemerintah juga harus menyediakan posko-posko pengungsian, bahan pangan, sandang, obat-obatan, dan peralatan-peralatan yang cukup agar pengungsi merasa nyaman, aman, dan tidak kembali ke rumah mereka yang berada di deket lereng gunung tersebut.
Bagi saudara-saudara yang di Indonesia yang mampu untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana alam ini, mohon bantuannya. Karena bantuan apapun yang saudara berikan akan sangat berarti bagi mereka. Jadi solusi- solusi seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk membuat para korban merapi enggan kembali ke rumahnya yang berada dalam radius berbahaya.
tugas bikin makalah pertanyaan'a mengapa masyarakat lereng gunung merapi enggan mengungsi dan berikan solusinya?
JAWABAN :
Sejarah Gunung Merapi
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi(puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).
Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk letusan menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas elevasi 1000m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (;bandingkan dengan saat ini puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Dari peristiwa-peristiwa letusan yang telah lampau, perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan letusan yang relatif lebih besar. Gunung Merapi merupakan gunungapi muda. Beberapa tulisan sebelumnya menyebutkan bahwa sebelum ada Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi (2025m), lereng timurlaut gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat itu aktivitas vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian yang dilakukan, G. Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian sehingga saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya gunung Merapi. Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal 60.000 tahun (Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi morfologi lereng selatan gunung Merapi.
Pada elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas dari tubuh Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu (Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru terbentuk mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh gunung Merapi semakin lama semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi dengan cepat nampak baru beberapa ribu tahun lalu. Tubuh puncak gunung Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini merupakan bagian yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang terjadi pernah mengambil arah berbeda-beda dengan arah letusan yang bervariasi. Namun demikian sebagian letusan mengarah ke selatan, barat sampai utara. Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi. Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir kawah dan lereng bagian atas. Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah yang merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas masih cukup kuat karena beban material.
Lain halnya dengan bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan zona-zona lemah yang kemudian merupakan pusat-pusat guguran. Apabila pengisian celah baik oleh tumbuhnya kubah masih terbatas jumlahnya, maka arah guguran lava masih dapat terkendali dalam celah yang ada di sekitarnya. Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah lava yang sifat menyamping (misal, periode 1994 - 1998) akan mengakibatkan perubahan arah letusan. Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan dari kubah lava yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris menjadi asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan menerus dan kecepatannya tidak sama, maka lidah lava tersebut akan mulai membentuk morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi sejajar satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur pertumbuhannya pada suatu saat akan mencapai titik kritis dan menyimpang menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi semacam ini teramati pada th 1943 (April sampai Mei 1943).
Penumpukan material baru di daerah puncak akibat dari pertumbuhan kubah terutama terlihat dari perubahan ketinggian maksimum dari puncak Merapi. Beberapa letusan yang dalam sejarah telah mengubah morfologi puncak antara lain letusan periode 18221823 yang menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode 1846 - 1848 (200m), periode 1849 (250 - 400m), periode 1865 - 1871 (250m), 1872 - 1873 (480 - 600 m), 1930, 1961.
Alasan kenapa Mbah maridjan tidak mau turun mengungsi
Mbah Maridjan (83) sebagai juru kunci Gunung Merapi lebih banyak melihat fenomena menggunakan naluri yang merujuk pada kebiasaan niteni (memperhatikan).
Keyakinannya tentang ancamann bahaya letusan Gunung Merapi yang hampir tidak pernahh merambah Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta memberikan pelajaran niteni bahwa lingkungan alam di sisi selatan Gunung Merapi masih merupakan benteng pertahanan bagi warganya.
Dalam kosmologi keraton Yogyakarta, dunia ini terdiri atas limaa bagian. Bagian tengah yang dihuni manusia dengan keraton Yogyakarta sebagai pusatnya. Keempat bagian lain dihuni oleh makhluk halus. Rajaa bagian utara bermukin di Gunung Merapi, bagian timur di Gunung Semeru, bagian selatan di Laut Selatan, dan bagian barat di Sendang Ndlephi di Gunung Menorehh.
Namun, jauh dari ungkapan-ungkapan itu ada suatu keyakinann yang hidup di dalam masyarakatt di sekitar Gunung Merapi bahwa gunung dengan segala macam isinya dan makhluk hidup yang mendiami wilayah ini menjadi suatu komunitas. Karena itu, ada hubungan saling menjaga dan saling melindungii.
Ketika salah satu anggota mengalami atau melakukan sesuatu, maka dia akan memberi “isyarat” kepada yang lain dan dia akan memberitahukan kepada yang lain. Demikian pula, ketika Merapi ‘batuk-batuk’, dia juga memberi isyarat kepada yang lain, termasuk kepada Mbah Maridjan.
Barangkali karena saat itu isyarat belum diterima Mbah Marijan, maka dia berpendapat bahwa Merapi tidak akan melakukan sesuatu. Selanjutnya, Mbah Maridjan tidak mau diajak mengungsi (meninggalkan Gunung Merapi).
SOLUSI NYA :
1. Memandu penduduk lereng Merapi
MERAPI tahun ini menunjukkan kegarangannya kembali. Gunung berapi yang konon teraktif di dunia ini terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanolo - ginya, sehingga statusnya terus dinaikkan, dengan tujuan agar masya rakat di kawasan rawan bencana waspada. Tak cukup dengan hanya mengimbau, pihak berwenang pun terpaksa mengungsikan mereka, meskipun banyak di antaranya yang dilakukan dengan cara dipaksa.
Dengan cara seperti itu pun masih banyak di antaranya yang tetap bertahan, dengan berbagai alasan yang mereka sampaikan. Terlebih salah satu sesepuh yang mereka anggap sebagai juru kunci Merapi ketika itu masih mengatakan bahwa Kyaine (sebutan merapi ala Mbah Marijan) tidak apa-apa dan hanya bernapas serta dhehem-dhehem saja.
Ternyata apa yang diramalkan pihak yang berwenang kali ini benar adanya. Pada hari Selasa, tanggal 26 Oktober 2010 Merapi benar-benar meletus. Banyak korban yang lukaluka bahkan meninggal dunia. Banyak pula di antaranya yang menderita sesak napas sebagai akibat debu vulkanik, bahkan satu bayi meninggal dunia akibat debu vulkanik tersebut.
Meski sementara ini Merapi tampak beristirahat, namun penduduk baik yang berada di wilayah Jawa Tengah (Jateng) ataupun Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merasa bingung, was-was, dan ketakutan ketika mereka memperoleh berbagai informasi serta melihat gejala peningkatan aktivitas gunung Merapi, terlebih ketika menyaksikan gunung Merapi meletus dan membawa banyak korban jiwa.
Berbagai informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya, baik lewat media massa, dari aparat, ataupun komunikasi gethok tular yang sebelumnya sering mereka abaikan, sekarang menjadi kenyataan.
Sebelum Merapi meletus, sebenarnya berbagai penjelasan dari aparat yang berwenang pun telah mereka terima. Bahkan banyak di antara mereka yang telah menuruti saran untuk mengungsi ke tempattempat pengungsian yang disediakan, meski gejala terakhir menunjukkan banyak di antara mereka yang ingin kembali ke kampung halaman dengan berbagai alasan.
Kebanyakan yang masih memilih bertahan yakin bahwa mereka masih merasa aman, terlebih sesepuh mereka ketika itu mengisyaratkan aman. Mungkin, mereka baru akan mengungsi setelah memperoleh aba-aba dari sesepuh seperti Mbah Marijan, serta ada pula yang menunggu wangsit dari penunggu goib dari Merapi. Banyak pula di antaranya mungkin juga berpendapat toh ramalan ilmiah yang mereka sering dengar ketika itu juga belum terbukti, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Setelah melihat kenyataan Merapi akhirnya meletus dan membawa banyak korban, maka pertanyaannya, mengapa sebahagian penduduk lereng merapi memilih bertahan dan yang semula telah mengungsi juga banyak yang ingin kembali dengan berbagai alasan, padahal gejala alam yang ditunjukkan Merapi ketika itu makin mengkhawatirkan?
Adakah jalan keluar yang baik sekaligus akan dituruti penduduk lereng merapi di masa yang akan datang, sehingga bila Merapi benar-benar meletus seperti yang baru saja terjadi, maka korban manusia bisa seminim mungkin atau bahkan tidak ada?
Kepastian
Melihat gejala masih banyaknya penduduk yang memilih bertahan dan yang meninggalkan pengungsian kembali ke kampung halaman dengan berbagam alasan, bila kita lihat dari sisi komunikasi tampaknya hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian (enthropy) kapan Merapi akan meletus. Bila dikaitkandengan Teori Enthropy yang menyebutkan bahwa informasi akan dianggap informatif bila mampu menghilangkan ketidakpastian, tampaknya pada kasus gejala akan meletusnya Merapi hal tersebut akan sangat sulit diwujudkan.
Kenyataan telah menunjukkan kondisi alam Merapi masih berubahrubah. Berbagai ramalan yang selama ini telah banyak terlontar baik lewat media ataupun komunikasi lainnya ketika itu juga belum terbukti.
Padahal banyak para ahli sosiologi yang menyebutkan bahwa masyarakat akan lari ke sesuatu yang berkait dengan masalah gaib/mistik, bila mereka sedang menghadapi ketidakpastian, termasuk tentang kapan Merapi akan meletus, seberapa besar letusannya, termasuk wilayah yang terkena dampaknya.
Melihat gejala ini, tak mengherankan bila masih ada penduduk yang tinggal di wilayah tertentu yang jelas sangat rawan bahaya, memilih bertahan, karena mereka merasa yakin bahwa dampak letusan tidak akan menimpa wilayah mereka. Celakanya, ketika banyak di antara mereka yang telah mau mengungsi, mungkin mereka merasa pelayanan yang diterima kurang memadai, sehingga mereka menjadi jenuh dan banyak di antaranya yang ingin kembali pulang.
Karena ketidakpastian, pelayanan, dan kejenuhan itu tampaknya yang jadi masalah, maka di masa yang akan datang pihak yang berwenang hendaknya memfokuskan perhatian untuk bisa mengatasi hal tersebut. Kita yakin bahwa pihak yang berwenang tentu menginginkan minimnya jumlah korban bila sampai Merapi benar-benar meletus seperti yang terjadi belum lama ini. Penduduk lereng Merapi pun sebenarnya juga berkeinginan demikian.
Karena itu jalan bijaksana yang harus diupayakan pihak berwenang adalah menyediakan sarana serta prasarana yang memadai. Ke depan, jangan lagi terdengar masyarakat terpaksa secara swadaya memnperbaiki jalur evakuasi yang rusak misalnya.
Begitu pula dengan tempat pengungsian yang memadai, sekaligus memberikan kegiatan terhadap para pengungsi, agar mereka tidak merasa jenuh. Ini perlu dilakukan dengan serius, mengingat pengungsi Merapi akan tinggal di pengungsian dalam waktu yang lama, setidaknya sejak Merapi belum meletus, hingga setelah meletus.
Melalui kerjasama dengan media massa serta berbagai pihak secara terpadu, maka informasi yang diterima penduduk lereng merapi dapat disaring. Ini penting mengingat bila setiap informasi dibiarkan masuk sehingga banyak yang tumpang tindih bahkan saling bertentangan, akan membingungkan masyarakat sekaligus menyebabkan munculnya ketidakpastian.
Selain itu, perlu dilakukan pendekatan dengan para sesepuh yang dianggap menjadi panutan penduduk, selanjutnya kepada mereka diajak dialog dengan menggunakan bahasa serta budaya beserta keyakinan yang mereka miliki, sehingga diharapkan akan tercapai kesepahaman, terutama menyangkut keselamatan jiwa penduduk. Ini perlu dilakukan, karena sebenarnya tujuan antara pihak berwenang dengan para sesepuh itu sama yaitu keselamatan dan kesejahteraan penduduk.
Mungkin saja selama ini bahasa birokratis dan ilmiah yang banyak digunakan, sehingga sangat sulit dimengerti oleh para sesepuh, sehingga seolah mereka terkesan abai, padahal sebenarnya bukan demikian yang dikehendaki para sesepuh tersebut. Karena itu komunikasi manusiawi dengan memanfaatkan bahasa budaya, diharapkan akan mampu menghilangkan stereo types sekaligus prejudice di antara ke dua belah pihak karena tujuannya sebenarnya sama.
Kita lalu ingat berbagai program pemerintah yang pernah dilakukan bersama-sama dengan para pemuka masyarakat, seperti transmigrasi bedhol desa yang ada di Watukelir ketika waduk Gajah Mungkur akan dibangun, yang berhasil mengatasi keengganan masyarakat untuk bertransmigrasi, karena kelekatan baik dengan tanah kelahiran ataupun dengan para sesepuh desanya.
Meski tidak mungkin sama, karena kasusnya sangat berbeda, namun setidaknya hal semacam itu pantas kita pikirkan. Kejelasan serta kelengkapan informasi yang diterima penduduk, dukungan para sesepuh, serta tersedianya sarana dan prasarana yang memadai di tempat pengungsian, tampaknya merupakan alternatif yang memadai, sehingga penduduk lereng Merapi akan terpandu menuju sebuah solusi yang aman, nyaman, sekaligus terhindar dari menjadi korban yang siasia. f Drs Gunawan Witjaksana MSi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang dan Jurusan Ilmu Komunikasi USM
2 . Agar Mau Mengungsi Total, Pemerintah Beli Sapi Korban Merapi
JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Pemerintah menyiapkan dana Rp100 miliar untuk membeli sapi milik peternak korban letusan Gunung Merapi.
Sapi ternak sering menjadi alasan susahnya para pengungsi meninggalkan daerah berbahaya di lereng Merapi. Pemerintah akan membeli sapi para pengungsi dengan harga layak dan meminta mereka yang akan membeli sapi pengungsi pun tidak menawar dengan murah.
Sapi ternak sering menjadi alasan susahnya para pengungsi meninggalkan daerah berbahaya di lereng Merapi. Pemerintah akan membeli sapi para pengungsi dengan harga layak dan meminta mereka yang akan membeli sapi pengungsi pun tidak menawar dengan murah.
"Kita akan beli sapi dengan harga yang pantas. Ada yang membeli dengan harga murah, itu tidak baik. Jangan sampai yang terkena musibah mengalami kerugian," kata Presiden SBY di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (5/11/2010).
"Dana dari pemerintah pusat. Nantinya kita akan menganggarkan untuk membeli itu. Tapi kemarin kita sudah menghubungkan dengan perhimpunan atau asosiasi peternak kerbau dan sapi, mereka siap membeli juga. Jadi beberapa peluang ada. Pemerintah sendiri juga sudah menyiapkan dana untuk membeli sapi-sapi mereka," jelas Suswono.
Pemerintah, lanjut dia, telah berkoordinasi dengan dinas peternakan setempat guna mendata kepemilikan sapi dari peternak-peternak korban letusan Gunung Merapi.
Pemerintah, lanjut dia, telah berkoordinasi dengan dinas peternakan setempat guna mendata kepemilikan sapi dari peternak-peternak korban letusan Gunung Merapi.
Suswono mengatakan, pemerintah berinisiatif segera membeli sapi-sapi milik peternak korban letusan Gunung Merapi agar para peternak itu tidak lagi kembali ke rumah dan ladang mereka di lereng Merapi untuk menjenguk hewan ternak mereka.
"Kita selamatkan dululah supaya peternak-peternak itu tidak memikirkan lagi, jadi ini mereka tinggal memegang uang," ujarnya.
Suswono mengatakan ia telah berdialog dengan para peternak di Kabupaten Sleman dan Klaten. Pada prinsipnya, menurut dia, para peternak tidak keberatan dengan rencana pemerintah untuk membeli sapi-sapi mereka.
Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan program-program dari Kementerian Pertanian guna membangun kembali kehidupan para peternak yang luluh lantak akibat bencana letusan Gunung Merapi, antara lain dengan program bantuan pembagian sapi.
Suswono pun berjanji untuk memutihkan kredit para peternak sapi korban letusan Gunung Merapi yang masih memiliki utang kepada bank.
"Kita harap supaya diputihkan untuk mereka yang korban karena mereka masih mencicil, mengkredit, saya akan minta itu agar dibebaskan," demikian Suswono. (fn/ant/dt) www.suaramedia.com . . .
Solusi untuk menanggulangi masyarakat yang enggan mengungsi.
Pertama-tama kita harus meninjau lokasi dahulu kalau daerah tersebut masih belum benar-benar aman. Karena gunung merapi sekarang memang sedang beristrirahat, tapi kita jangan lengah terhadapnya yang masih berstatus awas. Sewaktu-waktu gunung tersebut dapat meletus bahkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.
Pemerintah juga harus menyediakan posko-posko pengungsian, bahan pangan, sandang, obat-obatan, dan peralatan-peralatan yang cukup agar pengungsi merasa nyaman, aman, dan tidak kembali ke rumah mereka yang berada di deket lereng gunung tersebut.
Bagi saudara-saudara yang di Indonesia yang mampu untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana alam ini, mohon bantuannya. Karena bantuan apapun yang saudara berikan akan sangat berarti bagi mereka. Jadi solusi- solusi seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk membuat para korban merapi enggan kembali ke rumahnya yang berada dalam radius berbahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar